Kamis, 11 November 2010

Hidup Senang dan Terhormat: Sanggar Belajar dan Anak-Anak Jalanan

Saat membuka-buka kembali buku yang tersimpan lama di lemari perpustakaan pribadi, saya temukan satu kalimat yang lumayan mengusik pikiran, “ Siapa yang tidak ingin hidup dengan senang dan terhormat?”. Pertanyaan itu mengantarkan saya untuk sedikit merenungi kembali keadaan diri dan lingkungan sekitar tempat saya “berada”.
Sebagian besar orang mungkin merasakan bahwa di tengah kehidupan kota yang makin keras ini, tiap-tiap orang merasa pemenuhan kebutuhan untuk hidup senang dan terhormat makin sulit. Paling tidak, kebutuhan hidup di kota semakin membutuhkan biaya yang tinggi. Akan tetapi, apakah hidup senang dan terhormat semata-mata dari pemenuhan materi saja?
Dalam beberapa kali kunjungan ke sanggar-sanggar belajar ataupun taman bacaan yang didirikan oleh komunitas-komunitas yang fokus pada penanganan permasalahan sosial, terutama masalah anak jalanan, saya menemukan pandangan yang lain terkait dengan hidup senang dan terhormat tadi.
Biasanya anak-anak jalanan yang berkumpul dan bergaul di sanggar-sanggar belajar terlihat cukup senang, cukup riang. Mereka juga dicontohkan untuk saling menghormati, saling menghargai, dan saling melindungi sesamanya. Melihat keadaan yang seperti itu, saya berasumsi bahwa barangkali akan mudah untuk menciptakan kondisi ideal yang akan memperkuat karakter anak jalanan untuk hidup lebih baik. Saya mencoba membuat kesimpulan awal bahwa kehidupan keras yang mereka hadapi sehari-hari membuat mereka membutuhkan semacam perlindungan, tempat bernaung, dan hiburan yang dapat meringankan beban permasalahan mereka. Mereka juga membutuhkan semacam kebutuhan untuk berafiliasi.
Keberadaan sanggar-sanggar belajar jadi semakin penting untuk pemenuhan kebutuhan non-materi (disamping pemenuhan materi) anak-anak jalanan yang semakin meningkat jumlahnya. Soal hidup senang dan terhormat, kesenangan dan kehormatan dapat mereka rasakan di antara mereka sendiri, dalam komunitas kecil mereka, dalam afiliasi di antara mereka yang difasilitasi oleh relawan sanggar-sanggar belajar. Di tempat itu, mereka bisa melupakan soal pandangan lain yang menghinakan mereka.
Kemudian, dari hal tersebut, muncul keinginan untuk mendapatkan gambaran tentang bagaimana anak-anak jalanan di kota tempat saya tinggal dalam memanfaatkan sanggar-sanggar belajar yang perananannya seharusnya juga bisa dilakukan oleh perpustakaan daerah. Tapi, adakah layanan bagi anak jalanan di perpustakaan daerah? Saya kira belum. Kalaupun ada, belumlah banyak jumlahnya. Padahal, sanggar-sanggar belajar dan taman bacaan yang melayani anak jalanan memiliki kesamaan fungsi dari keberadaan perpustakaan dalam menumbuhkan minat baca, transfer pengetahuan dan penyebaran informasi (fungsi pendidikan), fungsi agen perubahan sosial, dan fungsi rekreasi. Saya jadi ingin melakukan penelitian soal masalah ini.
Sekedar menggambarkan pemanfaatan sanggar-sanggar belajar oleh anak jalanan sepertinya tidak membutuhkan penelitian yang mendalam. Namun, ada hal-hal yang ingin lebih dalam lagi untuk saya ketahui. Untuk itu, saya pun mulai melakukan kontak lebih sering lagi dengan anak jalanan dan pihak sanggar belajar. Agar dapat melihat permasalahan-permasalahan lain dengan lebih mendalam. Tentunya yang terkait dengan topik awal tadi dan yang paling mungkin juga yaitu terkait pula dengan keilmuan yang saya telah pelajari, Ilmu Perpustakaan.
Dalam kontak yang lebih sering itu, saya mulai mendapati beberapa masalah yang cukup penting untuk kelangsungan sanggar belajar dan tujuan dari sanggar belajar itu sendiri. Masalah yang muncul antara lain bagaimana sebenarnya persepsi anak jalanan terhadap sanggar belajar, khususnya untuk kegiatan yang semacam layanan perpustakaan? Bagaimana pula sikap dan respon mereka atas pelayanan, atau lebih tepatnya perlakuan, relawan sanggar belajar tersebut terhadap mereka?
Pengetahuan mengenai persepsi, sikap, dan respon anak jalanan terhadap sanggar belajar tentunya sangat penting agar sanggar belajar benar-benar mengerti apa yang telah dilakukannya selama ini. Sudah sesuaikah dengan tujuan yang mereka tetapkan dari keberadaan sanggar bagi anak jalanan? Atau justru sangat jauh dari kata berhasil. Jika memang terlaksana, hasil penelitian ini tentunya diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi pihak sanggar belajar dalam menjalankan kegiatannya ke depan. Terlebih terhadap pelayanan atau perlakuan yang mereka berikan terhadap anak jalanan. Sebagian kecil manusia yang juga ingin hidup dengan senang dan terhormat. (author: saca firmansyah)

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda